Nongsa/Batam/Kepri – Kemarahan dan kebingungan merebak di kalangan warga Bukit Perkemahan, Kecamatan Nongsa, Batam. Selama dua tahun penuh, aktivitas penambangan tanpa izin (ilegal) atau “cut and fill” yang diduga dikendalikan oleh seseorang berinisial Amir telah merajalela, merusak lingkungan, dan mengancam keselamatan.
Yang lebih mencengangkan, kegiatan ilegal ini seolah mendapat “restu” dari ketiadaan tindakan tegas aparat penegak hukum, memicu dugaan adanya pembiaran sistematis.
Warga Tercekik Polusi dan Ancaman Bencana, ‘Amir’ Pesta Porak-poranda
Bayangkan, setiap hari, puluhan damtruk pengangkut tanah raksasa melintas tanpa henti, memuntahkan debu pekat dan bising yang mencekik permukiman warga Punggur. Ini bukan sekadar gangguan, ini adalah ancaman nyata terhadap kesehatan dan kenyamanan hidup.
Tanah yang terus-menerus dikeruk dari bukit-bukit di dekat pemukiman menciptakan jurang bahaya, meningkatkan risiko longsor dan banjir di musim hujan.
“Sudah dua tahun berjalan, bang, katanya ini punya Amir,” ujar seorang warga pada Senin (23/06/2025), nada suaranya penuh keputusasaan.
Bagaimana mungkin kegiatan ilegal sebesar ini bisa berlangsung selama ini tanpa diusik? Warga mendesak Kapolda Kepri Asep dan jajarannya untuk turun tangan.
Mereka tak hanya meminta tindakan, tapi menuntut keadilan.
Alat Berat Berkuasa Penuh, Hukum Seolah ‘Buta’
Di lokasi, pemandangan excavator (Beco) dan dua unit traktor yang beringas mengeruk bukit seolah menjadi tontonan bisu.
Mereka bekerja tanpa henti, memecah material tanah dan memuatnya ke puluhan damtruk yang terus berputar. Ini bukan sekadar penambangan kecil-kecilan; ini adalah operasi berskala industri yang membutuhkan logistik dan modal besar. Pertanyaan kritisnya adalah:
bagaimana mungkin operasi ilegal sebesar ini bisa lolos dari pengawasan dan penindakan aparat selama bertahun-tahun?
Ironi Hukum: DITPAM Mengakui Ilegalitas, Tapi Tak Berdaya?
Ketiadaan tindakan konkret dari penegak hukum adalah pil pahit bagi warga. “Kami yakin Polda Kepri tahu ada aktivitas ini, tapi kenapa tidak ada tindakan?
Kegiatan ini masih jalan sampai sekarang. Kami warga jadi bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?” seru seorang warga, menyiratkan dugaan adanya kekuatan tak terlihat di balik pembiaran ini.
Kusnan, dari Direktorat Pengamanan Aset DITPAM BP Batam, memang mengakui bahwa kegiatan “cut and fill” ini ilegal.
“Harapan saya sebenarnya harus ada izin. Dan ini jelas-jelas ilegal!” tegasnya. Namun, pengakuannya diiringi dengan alasan klise: “Kami tidak bisa bertindak sendirian.
Harus ada gabungan tim dari BP Batam, DITPAM, Polsek Nongsa, dan semua instansi terkait.”
Pernyataan ini, alih-alih menenangkan, justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Jika semua pihak tahu ini ilegal, mengapa sulit sekali membentuk “Tim Terpadu” dan bertindak? Apakah ada pihak yang sengaja memperlambat proses penindakan?
“Harapan besar saya, ada tindakan konkret dari aparat hukum. Saya yakin kalau ada Tim Terpadu, kegiatan ini pasti bisa kita hentikan,” tambah Kusnan. Namun, harapan itu terdengar hampa setelah dua tahun berlalu tanpa hasil.
Awak media ini berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini. Kami akan segera meminta pertanggungjawaban dari seluruh instansi terkait: Mengapa ‘Amir’ seolah kebal hukum? Siapa yang melindungi praktik ilegal ini di Nongsa? Dan sampai kapan warga harus menanggung akibatnya?. [ALBAB]