Pekanbaru – Kepolisian Daerah (Polda) Riau melalui Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan (Satgas PPH) kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. Sepanjang periode Januari hingga awal Juli 2025, sebanyak 46 tersangka diamankan dalam dua jenis kejahatan lingkungan terbesar di wilayah tersebut, yakni kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta perambahan hutan secara ilegal (illegal logging).
Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan menyampaikan bahwa penindakan tersebut merupakan hasil kerja bersama antara Satgas PPH Polda Riau, TNI, Pemerintah Provinsi Riau, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya.
“Ini bentuk keseriusan kami dalam menindak tegas pelaku kejahatan kehutanan. Kami tidak akan membiarkan praktik yang merusak lingkungan ini terus berlangsung tanpa konsekuensi hukum,” ujar Herry dalam konferensi pers di Mapolda Riau, Selasa (8/7/2025).
Menurut data yang dipaparkan Kapolda, selama tujuh bulan terakhir, Satgas PPH menangani 17 laporan polisi (LP) terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. Dari laporan tersebut, sebanyak empat kasus telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), sedangkan 13 kasus lainnya masih dalam proses penyidikan di kepolisian. Dari penanganan tersebut, polisi menetapkan 22 orang sebagai tersangka dengan luas lahan yang terbakar mencapai sekitar 66 hektare.
“Motif dari para pelaku umumnya adalah membuka lahan untuk perkebunan, terutama kelapa sawit. Cara-cara seperti ini sudah jelas melanggar hukum dan berdampak luas terhadap lingkungan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat,” jelas Herry.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 108 juncto Pasal 69 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukuman yang dikenakan berupa pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 15 miliar.
Selain karhutla, Satgas PPH juga mengungkap 27 kasus perambahan hutan secara ilegal, dengan jumlah tersangka sebanyak 24 orang. Luas kawasan hutan yang dirambah secara ilegal tercatat mencapai 2.225 hektare, jauh melebihi luas lahan yang terbakar. Kegiatan illegal logging ini, menurut Kapolda, sebagian besar juga bermotif ekonomi, yakni untuk pembukaan kebun sawit.
“Mesin-mesin gergaji dan alat berat yang kami temukan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan ini dilakukan secara terorganisir dan terstruktur,” ujarnya.
Polda Riau bersama stakeholder terkait telah mengintensifkan pemetaan kawasan yang rentan terhadap perambahan dan pembakaran. Beberapa kawasan yang menjadi perhatian khusus antara lain Cagar Alam Rimbang Baling, Bukit Tigapuluh, dan Taman Nasional Tesso Nilo yang selama ini dikenal sebagai kantong keanekaragaman hayati penting di Sumatera.
Kapolda menegaskan bahwa pendekatan penegakan hukum ini tidak akan berhenti pada penangkapan semata. Polda Riau saat ini juga menjalin kolaborasi aktif dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), serta BKSDA untuk memperkuat pengawasan dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran di kawasan hutan.
“Tidak hanya menindak, kami juga berupaya memperkuat pencegahan. Kami ingin memastikan bahwa kerusakan tidak terus meluas, terutama di kawasan-kawasan konservasi yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi,” ungkap Herry.
Kejahatan lingkungan di Provinsi Riau bukanlah hal baru. Wilayah ini kerap menjadi sorotan nasional maupun internasional akibat kasus kebakaran hutan yang berdampak hingga ke negara tetangga. Selain itu, pembukaan lahan untuk perkebunan secara ilegal telah menimbulkan konflik sosial dan menurunkan kualitas ekosistem secara signifikan.
Pengamat lingkungan dari Universitas Riau, Dr. M. Zulkarnain, mengatakan bahwa penindakan hukum terhadap pelaku kejahatan kehutanan harus dibarengi dengan upaya rehabilitasi kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
“Selama motif ekonomi masih menjadi pemicu utama, maka penegakan hukum saja tidak akan cukup. Harus ada solusi integratif yang mencakup perbaikan tata kelola lahan, pemberdayaan masyarakat, dan pemberantasan korupsi di sektor kehutanan,” ujarnya saat dihubungi.
Dengan pengungkapan 46 tersangka dalam tujuh bulan terakhir, Polda Riau menunjukkan langkah progresif dalam menjaga hutan dari kepungan api dan gergaji. Namun tantangan masih terbentang luas. Riau membutuhkan lebih dari sekadar operasi tangkap tangan. Ia butuh kepemimpinan yang berpihak pada lingkungan, hukum yang konsisten ditegakkan, dan masyarakat yang dilibatkan secara aktif dalam menjaga paru-paru terakhir Pulau Sumatra. (ROS H)